Kontribusi Forum G-20 terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia : Forum G-20 sering dianggap sebagai premier forum dari arsitektur sistem ekonomi dan keuangan dunia di mana keanggotaannya bersifat eksklusif. Anggotanya adalah negara-negara yang paling penting secara sistemik ekonomi dan keuangan yang mewakili lebih dari 80% GDP global, 2/3 populasi dunia serta lebih dari 80% kepemilikan saham dari World Bank dan IMF, serta secara geografis merepresentasikan seluruh belahan dunia.
Hal ini memberikan leverage bagi peran kepemimpinan G-20 dalam isu-isu ekonomi dan keuangan global dan membantu mempromosikan saling pengertian dan pemahaman atas pendekatan nasional yang berbeda-beda terhadap isu-isu ekonomi dan keuangan.
Keanggotaan G-20 yang terbatas pada negara-negara yang penting secara sistemik keuangan dan ekonomi memungkinkan forum ini untuk melakukan pertukaran pandangan dan pengalaman secara langsung dan terbuka (open and frank discussion), sehingga dapat mengidentifikasi secara jelas tantangan kebijakan utama yang dihadapi komunitas internasional.
Hal ini juga memudahkan G-20 untuk mencapai konsensus dalam isu-isu yang membutuhkan respons kebijakan internasional yang segera dan sebaliknya mengidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi menghambat konsensus internasional di forum yang lebih luas.
Selain itu secara historis G-20 juga telah berkontribusi sangat penting dalam memperbaiki sistem keuangan global pascakrisis keuangan Asia 1997. Kesepakatan dalam forum G-20 dilakukan hingga tingkat pemimpin negara dan dilaksanakan melalui lembaga-lembaga keuangan global seperti IMF, Bank Dunia, FSB, WTO, dan sebagainya.
Pertemuan di Busan dan Totonro ini nantinya akan memfokuskan tindak lanjut dari mandat pertemuan pemimpin G-20 di Pittsburgh tahun lalu. Pemimpin G-20, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20 pada waktu itu telah sepakat untuk menyelesaiakn untuk melakukan exit strategy terhadap kebijakan stimulus, menuntaskan reformasi World Bank dan IMF terkait dengan masalah proses seleksi pimpinan dan manajer senior, pembagian kursi, surveilance dan membuat desain instrumen yang dapat mencegah dampak krisis keuangan.
Selain itu, forum G-20 sekarang telah melebarkan sayapnya ke isu terkait dengan penyelesaian putaran doha masalah perdagangan, pembiayaan perubahan iklim, transparansi dan pengurangan subsidi energi sehingga kehadiran Menteri Keuangan nantinya juga akan mewakili pemerintah di masing-masing negara terhadap isu-isu terkait tersebut.
Pada pertemuan sebelumnya di London dan Pittsburgh, para pemimpin negara memfokuskan pertemuan pada upaya pemulihan krisis keuangan global yang dipicu oleh krisis mortgage di AS.
Para pemimpin Negara sepakat bahwa forum G-20 merupakan wadah yang tepat untuk mengambil langkah-langkah respons global yang terkoordinasi secara cepat dan tanpa mengorbankan kepentingan negara lainnya. Beberapa keputusan yang diambil untuk pemulihan krisis meliputi stimulus global, pembentukan FSB, perbaikan governance dan regulasi di sektor keuangan, reformasi IFI (International Financial Institutions) dan menjadwalkan exit strategy serta mendesain pertumbuhan global yang seimbang.
Lemahnya pengawasan sistem keuangan global sekarang ini menjadi titik lemah dari proses pemulihan global. Pendeteksian dini masih mengandung kelemahan di sana sini. Surveilance IMF sering dilecehkan di negara-negara maju. Banyak negara yang belum melaksanakan asesmen sektor keuangannya yang dilakukan oleh IMF.
Peristiwa bangkrutnya Lehman Brothers, lembaga-lembaga investasi keuangan dan sekarang krisis fiskal di Yunani menunjukkan lemahnya pengawasan oleh lembaga keuangan regional seperti European Community dan IMF.
Meskipun negara tersebut memiliki rekam jejak fiskal yang buruk, lembaga peringkat tetap memberikan predikat AAA untuk peringkat utang mereka. Sungguh sangat tidak adil. Sementara Indonesia yang melakukan pengelolaan utang dan fiskal bagus tidak dihargai sepadan dengan prestasinya, sehingga pertingkat utang kita masih dalam batas BB+ atau dua tahap di bawah investment grade.
Masalah Yunani dan reformasi keuangan, surveilance dan lembaga pemeringkat akan menjadi satu agenda yang penting dalam forum G-20 di Busan dan Toronto. Apalagi dampak krisis Yunani berpotensi menular ke negara lainnya. Negara-negara berkembang termasuk Indonesia akan menjadi korban apabila tidak ada upaya global mengatasi masalah krisis di Yunani.
Menunggu hasil
Pada masa depan, efektivitas kerja forum G-20 akan dituntut lebih tinggi dalam mengelola risiko ekonomi global: pertama, komitmen untuk meningkatkan kerja sama respons kebijakan terhadap resiko keuangan/ekonomi global melalui: pertama, Financial Stability Board dan BIS; dan kedua, memperkuat stabilitas dan efektivitas sektor keuangan domestik melalui regulasi keuangan global yang adaptif dengan keadaan domestik.
Ketiga, Mengelola arsitektur keuangan global melalui: reformasi IFIs; dan keempat termasuk menguji mandat dan akuntabilitas organisasi-organisasi seperti IMF, Bank Dunia, OPEC, UNFCCC, ILO, FSB, dan BIS.
Kini pelaku ekonomi menunggu hasil pertemuan G-20 di Busan dan Toronto untuk menyikapi beberapa hal penting yang menjadi perhatian, yakni respons pada krisis Yunani, waktu dan tahapan exit strategy, desain financial safety nets dan arah dari reformasi sektor keuangan dan prospek pemulihan global melalui tindakan global.
Saya yakin Menteri Keuangan Agus Martowardoyo dan Pjs Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution tidak akan menyia-nyiakan kehadirannya di forum G-20 ini, dan para pelaku ekonomi di Tanah Air tentu juga tidak sabar untuk menunggu kontribusi mereka dalam pemulihan ekonomi yang pasti. http://web.bisnis.com/artikel/2id2951.html
BERITA LAMPUNG
Tuesday, June 8, 2010
Kontribusi Forum G-20 terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment